Pages

Kamis, 19 Agustus 2010

Pahit dan Manisnya Kebenaran

Bagikan :

Katakan yang benar, meski itu pahit ...


Saudaraku tercinta,

Anjuran Sang Rasul, panutan hidup umat beriman, sudah demikian jelas : kebenaran harus ditegakkan, disyiarkan, dan dipertahankan. Apalagi jika kebenaran itu datang dari "Sang Maha Benar" (al-Haqq), kebenaran yang pastinya tidak sembarangan. Bukan hasil rekayasa logika dan --apalagi-- intuisi liar, tetapi kebenaran yang sudah jelas titahnya, sharih atau jernih tafsirannya. Tidak bersayap, tidak pula berkepala dua.

Kebenaran ini adalah kebenaran dalam "logika ketuhanan". Tuhan yang tahu, Tuhan yang memegang rahasia, Ia pula yang menyimpan kunci jawabannya. Kadang, Tuhan membagikan pengetahuan itu dalam bentuk pengetahuan, teks kitab suci yang muhkamat, hingga fenomena kauniyah yang bisa dijelaskan oleh sains dan teknologi. Tapi kadang pula Tuhan menyimpannya sendiri, dibiarkan menjadi misteri, rahasia alam, teks kitab suci direkayasa menjadi mutasyabihat, dan dengan senyuman-Nya mempersilahkan manusia menggunakan akal dan nurani untuk berandai-andai.

Tuhan mengutus kita umat manusia untuk menyuarakan kebenaran dari-Nya. Kita lah makhluk yang mampu menguasai pesan-pesan kebenaran dari Tuhan, di samping kemampuan kita menghayati dan menterjemahkannya. Kita kaya dengan pengetahuan, lika-liku, dan fikrah tentang kebenaran. Karena itu tugas kita mengokohkan kebenaran itu dengan semangat keberanian dan cara yang bertanggungjawab.

Saudaraku tercinta, di sinilah awal kata mengapa kebenaran sesungguhnya membutuhkan satu hal penting yang tak bisa diabaikan: betapa kebenaran membutuhkan "cara". Cara menyampaikan, memahami, menghayati, dan mengamalkan. Cara yang berintikan teknik, menggugah nurani, dengan sedikit "intrik" dan "taktik". Saat kita berpikir tentang sebuah kebenaran, saat itu kita perlu berpikir pula bagaimana "cara menyampaikan kebenaran dengan benar". How to communicate.

Dan pada akhirnya, kebenaran yang kita sampaikan mendarat tulus ke hati para pendengar dan menjadi "embun penggugah", inspirator perubahan, dan stimulan penyemangat. Mereka tak lagi menangkapnya sebagai kepahitan, kendati mereka harus berkorban untuk menerima kebenaran tersebut. "Menyiksa" hati dengan menerima kebenaran baru yang lebih hakiki dan melepas "kebenaran lama" yang terbukti bukanlah kebenaran sesungguhnya.

Bagaimanapun juga kebenaran yang pahit tetaplah perlu disampaikan dengan cara yang manis ...


0 komentar:

Posting Komentar

Template by : kendhin x-template.blogspot.com